Islam dan Pluralisme
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Islam adalah agama fitrah. Artinya, ma’rifat terhadap
Allah SWT dan iman kepadaNya adalah sesuatu yang telah terpasang dalam diri
manusia. Seluruh manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, atau atas kebersihan
dan kejernihan yang asli, serta telah dirancang dan terpasang dalam dirinya
untuk beriman secara fitrah kepada Penciptanya, Allah SWT.
Dalam islam, pluralitas, yang dibangun diatas tabi’at
asli, kecenderungan individual, dan perbedaan masing-masing pihak masuk dalam
kategori fitrah yang telah digariskan oleh Allah SWT bagi seluruh manusia.
Fitrah itu dapat saja dibelenggu atau dikekang. Namun ia tetap sebagai sunnah
(ketentuan) dari sunnah Allah SWT yang tidak dapat berubah atau tergantikan.
2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya:
a)
Mengetahui definisi pluralisme
b)
Memahami hakekat dari
pluralisme
c)
Mengetahui pandangan islam
terhadap pluralisme
d)
Memahami pluralisme ekonomi
islam
PEMBAHASAN
- Definisi Pluralisme
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) “Pluralisme”
berasal dari kata “plural” yang artinya jamak atau lebih dari satu. Pluralistis
mengandung arti banyak macam, bersifat keadaan masyarakat yang majemuk
(bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya).
Menurut M. Shiddiq al-Jawi Istilah Pluralisme
(agama) sebenarnya mengandung 2 (dua) hal sekaligus, Pertama, gambaran realitas
bahwa di sana
ada keanekaragaman agama. Kedua, pandangan atau pendirian filosofis tertentu
menyikapi realitas keanekaragaman agama yang ada.[1]
Menurut The
Oxford English Directory, pluralisme berarti “sebuah watak untuk menjadi
plural”, dan dalam ilmu politik didefinisikan sebagai :
1) Sebuah teori yang menentang kekuasaan monolitik negara
dan bahkan menganjurkan untuk meningkatkan pelimpahan dan otonomi
organisasi-organisasi utama yang mewakili keterlibatan seseorang dalam
masyarakat. Juga, percaya bahwa kekuasaan harus dibagi di antara partai-partai
politik yang ada.
2) Keberadaan toleransi keragaman kelompok-kelompok etnis
dan budaya dalam suatu masyarakat atau negara, keragaman kepercayaan atau sikap
yang ada pada sebuah badan atau institusi dan sebagainya.
Sedangkan
dalam Islam yang dimaksud pluralisme adalah paham kemajemukan yang
melihatnya sebagai suatu kenyataan yang bersifat positif dan sebagai keharusan
bagi keselamatan umat manusia[2].
Pluralitas merupakan kemajemukan yang didasari oleh
keutamaan (keunikan) dan kekhasan. Pluralitas tidak dapat dimasukan kepada
kesatuan yang tidak mempunyai bagian-bagian yang tidak menciptakan “keutamaan”,
”keunikan”, dan ”kekhasan” tersendiri.
Tanpa adanya kesatuan yang mencakup seluruh segi maka tidak dapat
dibayangkan kemajemukan, keunikan, kekhasan atau pluralitas itu. Demikian juga
sebaliknya.
- Hakikat Pluralisme dalam Islam
Pluralisme atau kemajemukan adalah kenyataan yang telah
menjadi kehendak Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam Al-quran (Qs:49 ayat 13).
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.(QS. Al-hujarrat :
13).
Tetapi yang paling penting adalah bagaimana umat islam
mengembangkan dimensi pluralitas itu sehingga menerima pluralisme, yakni sistem
nilai yang memandang secara positif-optimis terhadap kemajemukan itu sendiri,
dengan menerimanya sebagai kenyataan dan berbuat sebaik mungkin atas dasar
kenyataan itu.
Pluralisme dan kemajemukan bersifat “Alami dalam diri manusia dan mereka
diciptakan dengan kesiapan untuk itu” serta ditakdirkan untuknya. Pluralisme
dan kemajemukan adalah “Ciptaan Illahi”, bukan sekedar sesuatu yang dibolehkan
atau satu macam hak dari hak asasi manusia. Jika kemajemukan dan pluralitas
merupakan faktor-faktor yang membuahkan perbedaan maka faktor kesatuan
kemanusiaan menjadi ikatan persatuan mereka. Karena “tidak mungkin manusia
berbeda pada lahir mereka, tetapi tidak berbeda dalam batin mereka. Dan tidak
sesuai pula dengan hikmah jika sesuatu terus membanyak, tapi tidak
berbeda-beda. Juga tidak mungkin jika suatu jenis dan macam telah disatukan,
tapi elemen-elemennya tidak kunjung bertemu dan bersatu
Jika tidak ada pluralitas, perbedaan dan perselisihan
niscaya tidak ada motivasi untuk berlomba, saling dorong, dan berkompetisi
diantara individu, umat, pemikiran, filsafat serta peradaban-peradaban, dan
hidup inipun akan menjadi stagnan dan tawar, serta mati tanpa dinamika. Juga
manusia tidak akan dapat mewujudkan tujuan-tujuan amanah kekhalifahan yang
telah diembankan, yaitu agar mereka membangun bumi dan mengembangkan wujud
peradaban mereka. Keimanan akan kemajemukan, kekhasan, dan perbedaan adalah
motivator bagi kreativitas, serta saling dorong dalam medan kemajuan, pembangunan, dan peningkatan
peradaban. Sementara, keyakinan akan ketunggalan model pemikiran dan peradaban
adalah pintu taqlid, peniruan, dan pada akhirnya membawa kepada stagnasi dan
hilangnya potensi kreativitas yang mengantarkan kepada kematian. Karena hikmah
Ilahiah yang amat besar ini maka Allah SWT menjadikan manusia berbeda-beda.
- Pandangan Islam Terhadap
Pluralisme
Hubungan islam dan pluralisme memiliki dasar argumentasi
yang kuat. Menurut Nurcholish Majid hal itu berangkat dari semangat humanitas
dan universalitas Islam.[3]
Yang dimaksud dengan semangat humanitas adalah Islam merupakan agama
kemanusiaan (fitrah) atau dengan kata lain cita-cita Islam sejalan dengan
cita-cita manusia pada umumnya. Dan misi Nabi Muhammad adalah untuk mewujudkan
rahmat bagi seluruh alam, jadi bukan semata-mata untuk menguntungkan komunitas
islam saja. Sedangkan pengertian universalitas islam dapat dilacak dari term
al-islam yang berarti sikap pasrah pada Tuhan . dengan pengertian tersebut,
semua agama yang benar pasti bersifat al-islam. Tafsir al-islam seperti ini
bermuara pada konsep kesatuan kenabian dan kerasulan, yang kemusiaan dalam
urutannya membawa kepada konsep kesatuan umat yang beriman.[4]
Islam secara tegas memandang pliralisme sebagai suatu
keniscayaan dan bahkan secara positif menyikapinya. Bukti normatif lain yang
ditunjukan Nurcholish adalah terdapatnya gagasan ahl al-kitab dalam
al-quran, yaitu konsep yang memberikan pengakuan tertentu kepada para penganut
agama lain yang memiliki kitab suci . ini tidak berarti memandang semua agama
sama, suatu hal yang mustahil, mengingat kenyataan agama yang ada adalah
berbeda-beda dalam banyak hal sampai sampai ke hal yang prinsip. Tetapi memberi
pengakuan sebatas hak masing-masing untuk berada (bereksistensi) dengan
kebebasan menjalankan agama masing-masing.
Bertolak dari pandangan bahwa islam merupakan agama
kemanusiaan (fitrah), yang membuat cita-citanya sejajar dengan cita-cita
kemanusiaan universal; Nurcholish berpendapat cita-cita keislaman di Indonesia
adalah sejalan dengan cita-cita manusia indonesiapada umumnya. Ia yakin betul
bahwa pandangan ini merupakan salah satu ajaran pokok islam. Karenanya
Nurcholish berpendapat bahwa, “sistem politik yang sebaiknya diterapkan
diIndonesia adalah sistem yang tidak hanya baik untuk umat islam, tetapi juga
yang membawa kebaikan untuk semua anggota masyarakat Indonesia .” Pikiran bahwa yang
dikehendaki oleh islam adalah suatu sistem yang menguntungkan semua orang.
Termasuk mereka yang bukan muslim, menurutnya adalah sejalan dengan watak
inklusif islam. Pandangan ini, menurutnya telah memperoleh dukungannya dalam
sejarah awal islam.
Dari alur pemikiran Nurcholish di atas, pada intinya ia
hendak menandaskan bahwa islam, melalui kekuatan doktrin ajaran dan bagaimana
kesejarahanya, memiliki peran besar dalam mengembangkan paham pluralisme agama,
memang ia mengakui bagaimanapun tetap ada kendala berupa munculnya sikap
tertutup dan tidak suka terhadap agama lain. Prasangka negatif adalah bagian
dari kenyataan hubungan antar kelompok. Namun tidak semua kelompok membenarkan
adanya prasangka kepada kelompok lainnya dan banyak dari mereka yang mempunyai
komitmen untuk memberantasnya. Menurut Nurcholish, pengalaman historis umat
islam dalam mempraktekan pluralisme benar-benar mengesankan, namun beberapa
abad belakangan mengalami gangguan. Sebabnya ialah karena faktor imperialisme
barat (Eropa-kristen) terhadap dunia islam dan gerakan zionisme yahudi.
Dua hal itu menyebabkan timbulnya konflik yang rumit di
kalangan versus kristen dan Yahudi. Meskipun demikian bagi Nurcholis, kendala
itu tidak boleh membuat umat islam menurun prestasinya dalam mengembangkan
semangat toleransi. Berkat kemajuan pendidikan, umat islam dapat secara kreatif
mengolah pengalaman masa lalunya, untuk ditransformasikan kedalam bentuk-bentuk
toleransi dan pluralisme modern, dengan sedikit saja perubahan seperlunya
beberapa konsep dan ketentuan teknis operasionalnya.
Pendeknya, Nurcholis hendak mengiring bahwa umat islam Indonesia
pun harus bisa mewarisi semangat pluralisme yang tinggi. Ia selalu menekankan
baik pada umat islam sendiri maupun non muslim bahwa bersikap positif pada
pluralisme adalah suatu keharusan, bukan saja karena doktrin agama memang
mendukung demikian, tetapi terlebih karena tuntutan objektif dari realitas
kehidupan modern.
- Pluralisme Ekonomi Islam
Dari sisi metodologis, ekonomi islam dapat dipahami
sebagai hukum muamalah yang bersumber dari wahyu (al-quran dan al-hadits) dan
dikembangkan melalui penalaran akal budi (ijtihad). Oleh karenanya, kemajuan dan
pengembangan ekonomi islam, sangat tergantung kepada kecerdasan para
penganutnya, karena kemajuan islam identik dengan pembaharuan intelektualisme[5].
Begitu juga ekonomi lainnya, metodologi mereka dibangun
atas intelektualitas pemikiran dan penggagasannya. Intelektualisme itulah
ideologi mereka sebagai bangunan atas paradigma bepikir tentang konsep dan
teori ekonominya, sehingga melahirkan sistem ekonomi. Setiap sistem ekomoni
dibangun atas ideologi yang memberikan landaasan dan tujuannya serta
prinsip-prinsipnya. Seperti, ekonomi kapitalis berakar pada pengembangan
ideologi liberalisme, ekonomi sosoalis berlandaskan pada ideologi komunisme dan
ekonomi demokrasi berdasarkan atas ideologi pancasila[6].
Begitu juga ekonomi islam, mengembangkan dirinya berdasarkan wahyu illahi.
KESIMPULAN
Islam tidak memandang pluralitas sebagai sebuah
perpecahan yang membawa kepada bencana. Islam memandang pluralitas sebagai
rahmat yang Allah turunkan kepada makhluk-Nya. Dengan pluralitas, kehidupan
menjadi dinamis dan tidak stagnan karena terdapat kompetisi dari masing-masing
elemen untuk berbuat yang terbaik. Hal ini membuat hidup menjadi tidak
membosankan karena selalu ada pembaruan menuju kemajuan.
Pandangan islam yang lebih luwes dalam memaknai
pluralitas menjadikan warna-warni dalam khasanah keilmuan islam.Nurcholis majid
selaku tokoh yang sangat konsisten dalam pluralitas mencoba mengaplikasikan
suatu paham dimaa dia menganggap bahwa tidak perlu di indonesia ini di berlakukan syariat
islam karena Pancasila pun sudah memiliki nafas islam.
Dari sisi perkembangan dan perluasan,
ekonomi harus tetap ada pada beberapa kelompok kekuatan ekonomi yang terdapat
dalam masyarakat. Sebagaimana yang telah disinggung seperti dalam
masalah-masalah diatas, pluralisme berusaha menyamakan permasalahan agama
dengan perkara-perkara politik, ekonomi dan partai. Sehingga dari situ mereka
berkesimpulan bahwa dalam segala aspek sosial diperlukan pluralitas, oleh
karenanya hal itu harus dimunculkan dan dikembangkan.
ANALISIS
Menurut kami
Pluralisme, sebagaimana dalam berbagai
fenomena dan pemikiran memiliki sifat antara komoderatan dan keadilan,
keseimbangan dan juga mempunyai sisi yang ekstrim, baik sisi yang
melebih-lebihkan pluralitas atau sisi yang mengurang-ngurangkan pluralitas.
Sifat keadilan dan keseimbangannya lah yang dapat memelihara hubungan antara
kemajemukan, perbedaan, dan pluralitas itu sendiri. Sementara itu perpecahan
dan kekacauan ditimbulkan oleh sikap ekstrim memusuhi yang tidak mengakui dan
memiliki faktor pemersatu.
Indoesia sebagai
negara yang majemuk,yang sangat beragam di segala aspek kehidupan.Adanya sikap
toleransi dan sikap saling menghormati dalam kehidupan masyarakat sangat di
perlukan,sebagai lem perekat dari unsur-unsur pluralisme.Pada dasarnya
pluralitas terdapat disegala aspek kehidupan,sama halnya dalam pluralitas dalam
islam.pluralitas dalam islam disadari atau tidak itu merupakan khasanah pengetahuan
dalam islam, asal tidak ada “klaim kebenaran”yang dapat memperuncing perbedaan
antar golongan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Topik, dkk. 1996. Jalan
Baru Islam. Bandung
: Mizan
Aziz, Ahmad Amir.
1999. Neo-modernisme Islam di Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Imarah, Muhammad.
1999. Islam dan Pluralitas. Jakarta
: Gema Insani
M. Syafi’I, Anwar.
1995. Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia . Jakarta : Paramadina.
Nataatmaja, Hidayat.1983. Membangun Ilmu Pengetahuan
Berlandaskan Ideologi. Bandung :
Penerbit Iqra
Rahman, Fazlur. 1985. Islam dan Modernitas, Tentang
Transormasi Intelektual Terj. Ahsin Muhammad. Bandung : Pustaka
[3] Ahmad Amir Aziz. 1999. Neo-modernisme islam di indonesia . Jakarta : PT rineka cipta. Hlm, 50
[4] Ibid. Hlm, 51
[5] Fazlur Rahman, Islam dan modernitas, tentang transormasi
intelektual terj. Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1985), Hlm. 37
[6] Hidayat nataatmaja,
membangun ilmu pengetahuan berlandaskan ideologi, (Bandung: penerbit iqra,
1983), Hlm. 20
Komentar
Posting Komentar